Oleh Ika Tusiana

Menurut UU Pers No. 40 Tahun 1999 Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. Sehingga dapat dijelaskan bahwa pers adalah sebuah badan independen yang melaksanakan kegiatan jurnalistik menggunakan media cetak, online ataupun elektronik, namun masih berada dalam naungan Negara dan pemerintahan Indonesia. Makna independen disini adalah tidak ada upaya untuk mempengaruhi apalagi ikut campur dalam semua produk pemberitaan pers, sehingga produk pemberitaan murni dan jauh dari tindakan hegemonisme.
Sama halnya dengan Pers pada umumnya, Persma atau  Pers Mahasiswa adalah sebuah lembaga pers yang digunakan sebagai wadah mahasiswa untuk menyampaikan aspirasinya dan melaksanakan kegiatan jurnalistik juga menggunakan berbagai media yang ada, mulai dari cetak, online bahkan elektronik. Jika Pers dinaungi oleh pemerintahan Indonesia juga owner pers. Maka Persma juga berjalan dibawah naungan universitas atau instansi yang terkait dengannya.

Mengingat fungsi pers sebagai badan pengawas dan kedudukannya sebagai sebuah badan yang independen, baik Pers Umum atau Pers Mahasiswa mempunyai hak untuk memberitakan segala apa yang terjadi di Indonesia ataupun lingkungan kampusnya, baik itu yang memiliki citra bagus ataupun buruk. Tapi dengan ketentuan, data-data yang diberikan benar-benar valid dan memang sesuai dengan fakta yang ada. Apalagi, Pers Mahasiswa juga menggunakan teknik jurnalistik yang benar dalam menggali berita yang ingin mereka sebarkan. Sehingga, mereka benar-benar dapat mempertanggungjawabkan setiap tulisannya dan Persma sendiri layak disebut sebagai sebuah lembaga Pers.

Namun, sekarang ini berbagai kasus-kasus pembredelan yang terjadi diberbagai wilayah kampus di Indonesia seakan membuktikan jika hal tersebut hanya isapan jempol belaka. Kasus-kasus pembredelan produk mahasiswa, pelarangan pemutaran film hingga pembungkaman pers mahasiswa yang terjadi diberbagai wilayah misalnya Lembaga Pers Mahasiswa Ekspresi di Universitas Negeri Yogyakarta yang produknya dilarang beredar dikalangan mahasiswa, juga kampus lain seperti di Natas Sanata Dharma, LPM Ideas Universitas Negeri Jember, LPM Rhetor UIN, LPM Dianss UB, Aksara Universitas Trunojoyo Madura, dan LPM Aktualita Unmuh Jember, seakan menunjukkan bahwa Persma hanya satu dari kegiatan kampus pada umumnya dan harus di awasi dengan ketat pelaksanaanya, juga dilarang memberitakan hal-hal yang buruk di kampusnya .

Kampus Sebagai Wadah Mahasiswa Berekpresi

Universitas yang menjadi tempat naungan mahasiswa, tidak hanya dikenal sebagai tempat belajar atau menimba ilmu di bangku kuliah. Mereka juga diperkaya dengan berbagai kegiatan yang berasal dari berbagai organisasi dan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang ada di kampus tersebut. Tentu saja tujuan yang diharapkan dengan adanya kegiatan di luar jam kuliah tersebut, agar mahasiswanya tidak hanya pintar dan hebat dalam bidang akademiknya saja, tapi juga non-akademiknya. Selain itu, juga menjadikan mahasiswa mereka sebagai mahasiswa yang berkarakter pemimpin, kritis juga karakter lainnya sebagaimana disyariatkan oleh agama.  Sehingga, dapat disimpulkan kampus adalah tempat yang paling nyaman dan tepat bagi mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasi dan berekspresi, sesuai dengan ketentuan berekspresi yang dapat dipertanggung jawabkan.

Namun, masih banyak sekali universitas yang tidak menyadari hal tersebut. Bahkan mencoba untuk menutup diri dan tetap egois sesuai dengan pemikiran mereka masing-masing. Universitas sekarang ini lebih mementingkan label promosi dalam diri kampusnya, ketakutan akan hilangnya kepercayaan masyarakat atau mahasiswa kepada mereka, menjadikan pihak birokrat kampus melarang mahasiswanya untuk memberitakan hal-hal yang buruk. Padahal seharusnya mereka sadar bahwa dengan adanya pengbukaman terhadap mahasiswa dalam lingkup Persma, malah menjadikan mahasiswa geram dan bisa saja melakukan tindakan anarkisme, yang berujung pada pemberitaan jelek terhadap universitas tersebut. Di tambah lagi, mahasiswa akan semakin banyak menyimpan praduga yang jelek kepada pihak kampus yang berusaha menutupi keburukan yang terjadi di kampusnya. Sehingga mereka tentunya tidak akan menaruh kepercayaan lagi terhadap pihak universitas.

Kampus sebagai tempat yang paling aman untuk kebebasan ekspresi harus lebih terbuka dan menerima kritik dan saran mahasiswa terhadap kampusnya. Hal ini dikarenakan kritik yang disampaikan mahasiswa lewat pemberitaan yang mereka tulis di produk mereka adalah upaya agar pihak kampus menyadari hal tersebut, dan segera membenahi dan meningkatkan kualitas diri. Apalagi jika kritik yang disampaikan mahasiswa mempunyai bukti-bukti yang kuat dan dapat di pertanggungjawabkan. Pers Mahasiswa sekali lagi bukanlah humas kampus yang bertugas memberitakan hal yang baik mengenai kampus. Mereka adalah sebuah lembaga pers yang berusaha untuk membenahi kampus lewat tulisan mereka dan menunjukkan kepada dunia luar bahwa kampus mereka adalah kampus terbaik yang menerima semua kritik dan saran mahasiswanya. Bukan hanya mementingkan promosi dengan label yang palsu.

Persma Berhak Mendapatkan Perlindungan

Mengingat banyak sekali kasus-kasus pembungkaman pers mahasiswa oleh pihak kampus. Maka seharusnya Dewan Pers Indonesia segera memberikan perlindungan kepada pers mahasiswa. Hal ini dilakukan agar mental para pejuang pers tidak bobrok dan melemah akibat ancaman dari kampus yang menaunginya. Apalagi mengingat pelaku pers mahasiswa adalah mahasiswa yang nantinya menjadi pemimpin bangsa Indonesia, akan sangat disayangkan, apabila mental mereka yang sekarang ini dididik menjadi kacung dan lemah terhadap ancaman-ancaman pihak lain juga berimbas saat mereka menjadi seorang pemimpin negara.

Sedangkan bagi Persma sendiri harus mengingat bahwa pemberitaan yang diberikan tidak hanya beriorientasi kepada kejelekan atau keburukan kampus semata. Tugas seorang wartawan adalah memberikan informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam hal ini adalah mahasiswa. Sehingga tidak ada salahnya apabila berita yang disampaikan menunjukkan citra baik bagi kampus, ataupun informasi tentang mahasiswa. Yang terpenting adalah baik pihak kampus maupun persma dapat saling membuka diri dan berusaha menjadikan kampus yang mereka tempati menjadi lebih baik. Dan tetap, Persma mendapatkan pengakuannya sebagai sebuah lembaga pers, bukan humas Universitas.