Me
Hari ini, 28/5 2015 saya memilih untuk mengisi waktu dengan membaca opini di koran Kompas.com. sebelum membaca opini di situs berita tersebut saya menyempatkan waktu untuk membaca rubrik kolom Jawa Pos yang berisi 2 tulisan dari Dahlan Iskan dan Azrul Ananda. Dahlan Iskan yang menitikberatkan masalah keagamaan yang seharusnya tak lagi dibuat pusing karena kasus intoleransi atau saling menghujat, karena sebuah penelitian telah mengabarkan bahwa akan ada masalah yang lebih besar yang akan dihadapi oleh pemuka agama nantinya. Masalah bertambahnya jumlah umat islam di dunia yang di perkirakan 2070 nanti melebihi jumlah umat kristen. Dan pemuka umat kristen akan dibikin kalang-kabut mengenai masalah akan ada banyak umatnya yang memilih untuk tidak terikat agama. Beliapun (Dahlan Iskan) menyampaikan bahwa pertambahan jumlah umat islam nantinya bukan karena disebabkan umat kristen yang berpindah agama, namun karena kelahiran yang bisa dibilang cukup tinggi. Menurutnya, penambahan umat islam bukan hanya menjadi berita yang bagus atau kita harus senang akan hal itu. Namun malah harus lebih waspada karena peningkatan jumlah akan berakibat pada kesejahteraan sosial. Sedangkan Azrul Ananda lebih pada menceritakan kisahnya saat dia membaca wu wei kiriman masyarakat yang totalnya lebih dari 100 lembar.

Berbeda dengan Dahlan Iskan dan Azrul Ananda, di Kompas.Com Rhenald Kasali menyinggung masalah pentingnya Meaning daripada cari uang dan juga gelaja pesimisme yang melanda Indonesia. Beliau mengartikan bahwa meaning akan lebih penting dan menghasilkan uang daripada hanya sikap jungkir-balik dalam mencari uang. Meaning yang berarti pengalaman dan cerita asli seseorang yang benar-benar akan mendapatkan manfaat dan hasil yang terbaik setelah perjuangan yang keras, tidak hanya bisa didapatkan hanya dari jalur ingin cepat kaya saja. Perlu kerja keras dan perjuangan di sana, tidak hanya mengandalkan satu orang atau atasan yang baik saja karena tidak selamanya atasan yang baik itu akan terus duduk di kursi nyamannya. Beliau (Rhenald Kasali) menyampaikan bahwa seharusnya pemuda Indonesia menekankan sikap Meaning tersebut, karena nantinya itu akan terus berguna hingga masa tua bahkan saat kita sudah tak lagi ada di dunia. Layaknya perjuangan pemuda membangun Boedi Oetomo atau saat Ir. Soekarno berusaha untuk melawan penjajah, dibutukan semangat Meaning yang kuat. 

Pada artikel selanjutnya pula beliau membahas mengenai masalah pesimisme yang melanda Indonesia. Apalagi setelah naik-turunnya harga BBM, penduduk Indonesia merasa bahwa negara indonesia adalah yang terpuruk dari negara lain. dan menganggap bahwa negara di luar sana seakan beruntung. Dalam keputus asaan ini pula kebanyakan warga hanya bisa mengeluh atau menyalahkan pemerintahan. Para pengusaha pun ikut cemberut karena turunnya harga-harga saham. padahal beliau menyampaikan bahwa di Luar sana ternyata semua negara pun tak lebih baik dari Indonesia. Oleh sebab itu beliau menekankan bahwa gejala pesimisme yang sangat mudah menyebar seperti virus ini harusnya segera dihentikan dan juga seharusnya sebagai warga dan usahawan yang mumpuni kesusahan ini sekalipun bisa menjadi kesempatan untuk mendapatkan keuntungan. Dan untuk menekan kesusahan tersebut penghematan juga bisa menjadi jalan yang ampuh. Berhenti untuk membeli barang-barang yang tak terlalu berguna bagi bangsa.