Foto Bersama teman-teman Man Mejayan |
TEMA : PENDIDIKAN
Oleh : Ika Tusiana
Setelah terjadi kejadian tragis dijepang
yaitu penjatuhan Little boy (nuklir) yang telah meluluhlantakkan dua kota di
wilayah jepang yaitu Hiroshima dan Nagasaki. Dalam usaha perbaikannya Kaisar
Hirohito bukannya menanyakan berapa jumlah materi yang tersisa, malah
menanyakan jumlah guru yang tersisa. Hal dapat diartikan bahwa jepang sebagai
Negara yang terkenal maju sekarang ini sangat mementingkan guru yang membawa
misi pendidikan. Karena pada dasarnya Negara tersebut mengetahui bahwa Negara
takkan berhasil jika pendidikan yang dimiliki tersebut rendah. Lalu seberapa jauhkah Negara yang terdiri
dari banyak pulau dari sabang sampai merauke ini menyadari arti pentingnya
pendidikan tersebut?.
Sebagaimana yang pemikiran oleh bapak
Pendidikan Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu daya
upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak-anak. Agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup yaitu hidup dan menghidupkan anak yang selaras
dengan alam dan lingkungannya. Pengertian tersebut sejalan dan sejodoh dengan
pendidikan ialah usaha yang dilakukan baik langsung atau tidak langsung untuk
membantu anak dalam perkembangannya menuju kedewasaan (S. A Brahanata dkk).
Yang tertulis dalam 2 pengertian tersebut jika ditelaah sama–sama mempuyai
objek yang sama yaitu anak . Walaupun ditulis dengan frase dan kata-kata
berbeda, namun keduanya sama-sama mementingkan perkembagan anak dalam pemahaman
mereka dalam berbagai hal sampai menuju kepada fase kedewasaan yang
sesungguhnya. Dewasa disini bukanlah berpatokan pada masalah usia namun
kematangan berpikir. Dengan kata lain pendidikan bertujuan untuk memanusiakan
manusia.
Berbicara
mengenai tujuan pendidikan, akan lebih baik sejarah pendidikan secara
singkat dibicarakan terlebih dahulu, karena dalam kenyataan banyak pemuda yang
mulai terbuai pemikiran-pemikiran baru karena kehilangan sejarahnya. Pendidikan
dimulai sebenarnya dimulai pada saat nusantara dirasuki oleh agama hindu dan
budha. Pada saat itulah masyarakat yang awalnya hanya mendapatkan pendidikan
dari orang tua ataupun para tetua di daerah mereka hanya sekedar mengetahui tentang
spiritual moral dan cara bertahan hidup mulai membuka wawasan mereka yang
selama ini terintimidasi menjadi pemikiran yang available (mulai menaruh
perhatian pada budaya dan ilmu-ilmu dari Negara lain atau agama budaya lain).
Oleh sebab itu tidak salah kalau pendidikan awal Indonesia adalah pendidikan
agama, apalagi setelah islam memasuki wilayah nusantara. Perubahan pendidikan
secara berangsur pun mulai berubah sejalan dengan perkembangan jaman, tentu
saja pendidikan yang didapatkan pada masa kerjaan islam berbeda dengan
pendidikan di masa penjajahan, begitupun masa penjajahan akan berbeda dengan
masa kemerdekaan. Bahkan mungkin saja setiap catatan presiden juga memiliki
perubahan pendidikan sendiri-sendiri.
Perubahan pendidikan juga bisa dilihat pada
sistem pembelajaran yang dimiliki, jika pada masa keislaman nusantara memiliki
2 buah sistem pengajaran yaitu pengajaran langgar dan pesantren maka pada masa
penjajahan ada sekolah rakyat yang mengutamakan pendidikan dan pengetahuan
barat. Maka sekarang ada sistem KTSP, Tematik, Kurikulum 2004, dll. Namun
bagaimanapun sistem-sistem tersebut dibuat dan dijalankan, tentunya
keseluruhannya mempunyai tujuan dan peran masing-masing.
Namun, kembali kedalam topic pembahasan
yaitu saat Intelektualisme mulai dipertanyakan sama berarti dengan Pendidikan
yang dibicarakan dan dengan menggunakan sudut pandang Pemuda. Masyarakat harus
mengetahui bagaimana nasib pendidikan ditangan pemuda sekarang. Namun tidak
sepenuhnya membebankan pemuda namun juga pemerintah juga tetap memegang peranan
penting. Peranan pemerintah diantaranya, yang pertama ialah fasilitas pendidikan,
sangat mencengangkan sebuah Koran negeri membeberkan sebuah berita berisi
“Kurang lebih sekitar 2000 ruang kelas di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat dalam
kondisi memprihatinkan”.
Yang kedua adalah penyetaraan pendidikan,
salah satu masalah yang ditemui dalam masalah penyetaraan pendidikan adalah
adanya UN (Ujian Nasional) yang kurang efektif antara sekolah kota dengan
sekolah pedalaman, bahkan hingga pernah terdengar rumor bahwa UN akan
dihapuskan. Kenapa UN bisa menjadi kesenjangan pendidikan? Sebenarnya tidak
hanya masalah teknis namun masalah pendidikan yang didapatpun menjadi alasannya.
Di kota murid dengan mudah mendapatkan bantuan pengajaran dari berbagai macam
jasa mulai dari les privat hingga buku-buku penunjang. Sedangkan seperti
berbanding terbalik dengan pedalamanan yang sangat kekurangan hal-hal tersebut.
Pernah dikisahkan sebuah sekolah dipedalaman yang hanya memiliki seorang guru.
Dan yang ketiga yang sangat menyesakkan
yaitu TV Swasta dan Nasional yang lebih mementingkan rating daripada pendidikan
anak-anak yang menontonnya. Berbagai macam tayangan yang sebenarnya jauh dari
kata mendidik disuguhkan kepada anak-anak secara terus menerus bahkan setiap
hari. Kembali diingat sebuah penelitian bahwa masyarakat Indonesia kebanyakan adalah
masyarakat visual (masyarakat yang mudah mendapat pemahaman dan kebanyakan
meniru apa yang mereka lihat). Dengan berpatokan kepada hal tersebut maka
menjadi hal yang afdol apabila ada sebuah pertanyaan yang berbunyi “mampukah
anak jaman sekarang mampu mengemban tugas sebagai tulang punggung bangsa?”
Dan disinilah peran pemuda dipertanyakan
“apakah mereka juga ikut-ikutan tergoyah oleh perubahan jaman ataukah tetap
berpegang teguh dalam menjaga arti penting pendidikan seperti bagaimana Kaisar
Hirohito memahaminya. Melihat kegalauan yang terjadi pada sekarang ini banyak
pemuda yang mulai bangun dari tidurnya dan mulai membentuk organisasi atau
komunitas yang mendukung kemajuan pendidikan. Tidak hanya berorientasi di
kampus-kampus atau hanya sekedar numpang magang. Telah banyak terjadi perubahan
positive misalnya dengan menjadi volunteer bagi anak-anak jalanan yang tak
sempat mendapat jatah untuk diurus. Juga mengembangkan bakat dan minat anak
dengan melakukan banyak sosialisasi disekolah-sekolah. Mereka berusaha
menjauhkan anak-anak dari televisi yang hanya memberikan pengaruh buruk. Namun
bagaimanapun usaha mereka pendidikan Indonesia akan selalu dipertanyakan,
karena dengan tanda tanya itu juga menjadi cambuk untuk semakin membuat tidak
hanya pemuda namun masyarakat sadar dan segera merubah pola hidup yang hanya
merugikan bagi mereka juga anak-anak pada umumnya. Karena Indonesia masih dalam
masa penjajahan kebodohan dan kemiskinan. Kenapa kebodohan ditulis lebih dahulu
baru kemiskinan??? Karena kebodohanlah yang menjadi penyebab utama kemiskinan,
penjajahan dan eksploitasi Negara lain yang memanfaatkannya.
0 Comments