Oleh Ika Tusiana

Pada tanggal 1 juni kemarin adalah awal lahirnya Pancasila sebagai ideologi suatu Negara setelah melewati berbagai perjuangan dalam jangka waktu yang panjang. Hari dimana BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang beranggotakan 8 orang yang akan mempertimbangkan berbagai macam usulan mengenai isi Ideologi Indonesia nantinya yang akan dikenal dengan nama Pancasila.

Dalam mengesyahkan isi Pancasila tersebut pula, para pemimpin bahkan menerapkan isi sila tersebut yaitu sila ke 5 dan sila ke 4. Hal ini dibukikan dengan Bung Hatta yang bermusyawarah untuk meyakinkan para tokoh islam mengganti kalimat 'dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya' yang terdapat di sila pertama. Karena rakyat Indonesia Timur yang memang sebagian besar tidak memeluk agama islam menganggap itu adalah tindakan ketidak adilan. Bahkan mengancam akan melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tentu saja hal ini sekaligus memberikan pelajaran bagi kita sebagai penerus bangsa. Bahwa semua sila yang ada dalam pancasila tidak hanya dibaca pada upacara bendera atau dihapalkan. Namun isinya harus diterapkan dalam setiap kehidupan berbangsa dan bernegara. Walaupun banyak sekali persepsi yang mengartikan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri.

Contoh sederhana adalah saat kemarin pula tanggal 1 Juni Mahasiswa yang berusaha menyampaikan aspirasinya dengan berdemo di depan istana Negara dihadapi dengan kekerasan oleh pihak kepolisian. Bahkan 2 orang yang terluka parah harus segera dilarikan ke rumah sakit sedang yang lainnya luka-luka.

Hal ini menunjukkan bahwa sekarang ini jalan kekerasan masih saja digunakan oleh masyarakat untuk menyuarakan pendapatnya. Padahal ideologi bangsa pancasila sebagai tuntunan bangsa telah mengajarkan pentingnya mendahulukan musyawarah dan mufakat.

Selain itu tindakan kekerasan pada seorang anak kecil turut menunjukkan bahwa nilai kemanusian yang adil dan beradab masih hanya sekedar konteks belaka. Belum sepenuhnya masuk kedalam diri rakyat Indonesia sebagai pelakunya.

Walaupun memang pada kenyataannya membumikan pancasila pada diri tiap lapisan masyarakat tidak semudah membalikkan telapak tangan, karena itu adalah “pekerjaan yang besar dan membutuhkan semangat yang besar” ucap Zulfilki Hasan pada perayaan hari Lahir Pancasila di Blitar.

Namun yang paling terpenting adalah kemauan itu sendiri. Kemauan untuk mempertahankan dan menjalankan isi dari pancasila tersebut, khususnya bagi para kaum muda sebagai penerus generasi bangsa. Banyak sikap yang bisa di lakukan oleh para pemuda sekaligus mengajarkan nilai-nilai universal yang terkandung dalam sila-sila tersebut seperti lebih mementingkan musyawarah dalam menghadapi setiap masalah, selain itu menerapkan toleransi dan tenggang rasa beragama dalam masyarakat awam.


Karena jika nantinya tak satupun yang melaksanakan kandungan pancasila tersebut, maka otomatis Indonesia akan kehilangan ideology dan tuntunannya secara mendasar, dan perayaan tersebut nantinya hanya akan menjadi sebuah peringatan saja.