Masalah
pembahasan pasal penghinaan presiden yang sekarang ini sudah masuk draft revisi
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mendapat kritikan yang pedas dari
segala pihak, termasuk politisi, masyarakat dan juga netizen. Banyak masyarakat yang membanding-bandingkan Jokowi dengan pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhono yang tahan 10 tahun terhadap kritik, Selain itu, menghidupkan pasal ini juga
membuat pandangan masyarakat beranggapan bahwa presiden ingin melindungi diri
dan kinerjanya, sehingga mendapatkan sebutan sebagai presiden anti kritik.
Ketika diwawancara oleh seorang wartawan
yang pembicaraannya sekarang tersebar di media sosial, Presiden Jokowi
mengungkapkan bahwa alasan beliau ingin menghidupkan pasal tersebut tidak lain
dan bukan untuk melindungi pihak-pihak yang ingin mengkritiknya, sehingga
keamanan mereka terjamin. Sedangkan untuk masalah penghinaan atau olokan, Jokowi
selalu menerima hal tersebut sejak masa menjadi wali kota dan itu bukan menjadi
masalah untuknya. Presiden sangat
menyayangkan apabila Indonesia sebagai salah satu Negara yang mengedepankan
kebiasaan sopan-santun dan ramah tamah akan tergerus begitu saja, dengan
kebiasaan mengolok-olok, apalagi yang di olok adalah orang nomor satu di Negara
sendiri. Jika pemimpinnya saja sudah tidak dipercaya dan mendapatkan hinaan
dari rakyatnya sendiri, maka wibawa Indonesia dimata dunia pasti akan menurun.
Penghinaan dan Kritikan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Penghinaan adalah proses, cara, perbuatan menghina atau menistakan yg hal
tersebut ditujukan kepada seseorang secara benar-benar keterlaluan, juga
pencemaran terhadap nama baik seseorang yg dilakukan secara lisan atau tulisan dan dipublikasikan di pemberitaan. Intinya kebanyakan penghinaan akan
ditujukan hanya karena perasaan iri terhdap kesuksesan orang lain, selain itu
usaha menjatuhkan dengan meyebarkan fitnah atau mencemarkan nama baik. Sehingga
orang yang bermaksud menghina biasanya mencari-cari kesalahan orang lain dan
membesar-besarkannya di muka umum. Bahkan oknum seperti ini juga tidak segan
menyebarkan dugaan-dugaan buruk untuk menjebak orang lain.
Sedangkan disisi lain mengkritik Menurut
Gayley dan Scoot dalam Liaw Yock Fang (1970), kritik adalah: mencari kesalahan
(faul-finding), memuji (to praise), menilai (to judge), membandingkan (to
compare), dan menikmati (to appreciate). Selain itu pula dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia menyatakan bahwa kritik adalah kecaman atau tanggapan,
kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil
karya. Mengkritik biasanya dilontarkan agar orang yang melakukan kesalahan
segera memperbaiki kesalahannya dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. hal
ini berbeda dengan tujuan menghina yaitu untuk menjatuhkan martabat orang lain
di depan umum.
Sebenarnya jika ditelaah dari segi
pengertian mengkritik dan menghina, memang mempunyai perbedaan yang tipis. Salah
satu cara untuk membedakannya adalah cara dalam menyampaikan kritikan atau
hinaan tersebut. Hinaan yang bertujuan menjatuhkan biasanya dilontarkan dengan
kata-kata yang menyakitkan, selain itu ucapannya kebanyakan berupa sebuah gossip
atau praduga. Sedang kritikan sendiri biasanya disampaikan dengan kata-kata
yang lebih santun. Walaupun begitu masih banyak orang yang juga menggunakan
kata-kata pedas untuk mengkritik. Tapi biasanya kritikan itu juga akan
diselingi dengan motivasi atau solusi yang bisa di lakukan oleh orang yang
ingin dikritik. Sehingga tidak hanya mencari kesalahan, kritikan itu sendiri
juga membangun motivasi untuk pantang menyerah sekaligus jalan keluar.
Jabatan Presiden sendiri adalah jabatan
yang penting dalam suatu Negara, layaknya organisasi yang diibaratkan sebagai
satu tubuh manusia. Pemimpin memegang jabatan sebagai kepala sekaligus otak
yang mengendalikan seluruh tubuh. Tangan atau kaki boleh saja putus, namun jika
kepala yang putus maka bisa dipastikan bahwa organisasi atau negara itu akan
hancur. Namun berbeda pula dengan tubuh manusia, Presiden atau pemimpin
kedudukannya dapat diganti, hal ini tentu saja dilakukan untuk menjaga
keutuhan Negara atau Organisasi tersebut.
“Semakin tinggi jabatannya, semakin banyak
pula orang yang mencintainya dan lebih banyak lagi yang membencinya”. Begitulah
kata-kata yang biasanya diucapkan untuk seorang pemimpin yang sedang
mendapatkan olokan dari beberapa oknum. Oleh sebab itu presiden Jokowi memang
harus bisa bertahan dengan berbagai hinaan yang menyerangnya. Walaupun beliau
sempat berkata bahwa hinaan dan olokan telah menjadi makanan sehari-sehari, namun
kesabaran manusia selalu ada batasnya. Dan bisa saja pasal tersebut memang
menjadi salah satu upaya presiden untuk menghindar dari olokan tersebut.
Apapun alasan presiden untuk kembali
mengjidupkan pasal tersebut, yang terpenting adalah merevitalisasi janji-janji
yang dulu pernah diutarakan dalam kampanye. Itu akan lebih efektif dan tidak
akan meresahkan publik dengan kebijakan yang mungkin berakibat baik namun tidak
dipahami oleh masyarakat, yang akhirnya malah akan menimbulkan kontroversi.
Presiden harus mampu membuktikan diri sebagai orang nomor satu di Indonesia. Karena
setiap pemimpin pasti akan mempertanggung jawabkan setiap yang dipimpinnya.
0 Comments